My Blog

Selasa, 19 Juli 2011

KORUPSI

Tikus Kantor
KORUPSI, penyakit paling mematikan yang pernah ada dalam peradaban manusia. Korupsi ialah bentuk perilaku tidak jujur, ilegal, dan tidak bermoral, terutama dari seseorang yang memiliki kekuasaan
Di negara kita Indonesia, korupsi sampai sekarang masih menjadi penyakit mematikan yang menjadi tantangan paling serius bagi pembangunan bangsa. Korupsi membuat kita kolaps hanya karena ulah orang orang yang tidak bertanggung jawab yang melakukan abuse of power. Kondisi tersebut memiliki efek yang sangat besar bagi tersendatnya kemajuan Indonesia.
Korupsi terus bertumbuh subur di Indonesia karena dunia hukum Indonesia belum sepenuhnya memandang persoalan korupsi sebagai persoalan ekonomi. Seharusnya membuka mata kita bahwa satu hal yang belum pernah dijadikan pandangan dalam pengambilan keputusan pengadilan tentang kasus korupsi di Indonesia adalah pembahasan mengenai biaya sosial korupsi yang terjadi akibat kejahatan korupsi.
Padahal, setiap bentuk tindak kriminal akan menciptakan beban biaya sosial kepada masyarakat. Brand dan Price (2.000) menjelaskan bahwa biaya sosial korupsi terdiri atas tiga unsur utama, yaitu biaya eksplisit korupsi, biaya implisit (opportunity cost), dan biaya antisipasi dan reaksi terhadap korupsi (biaya KPK, polisi, jaksa, hakim, dan lainnya). Sementara hukuman finansial yang selama ini dijatuhkan bagi koruptor ternyata tidak dapat menutupi kerugian negara, apalagi memberikan efek jera bagi mereka para koruptor itu sendiri.
Karena hukuman finansial selama ini hanya ditentukan berdasarkan perhitungan biaya eksplisit yang tercantum di putusan pengadilan. Biaya implisit (opportuiny cost) dari sumber daya yang dikorup termasuk multiplier ekonomi yang nyatanya memiliki nilai sangat besar dalam merugikan negara, tidak diperhitungkan untuk menentukan besaran hukuman finansial yang diberikan kepada pelaku.
Biaya itu juga belum mencakup biaya pencegahan korupsi serta biaya reaksi terhadap korupsi. Maka, jika memang selama ini negara mengalami kerugian amat besar akibat perilaku para koruptor, siapakah yang selama ini menutupi biaya sosial korupsi itu? Ternyata, kita semua sebagai pembayar pajak negara yang menutupinya.
Kesedihan
Adilkah orang yang taat hukum dan taat membayar pajak menyubsidi orang kaya akibat hasil korupsi yang jelas-jelas merugikan rakyat? Kemudian, jika hukuman finansial yang selama ini dijatuhkan tidak berusaha untuk menutup kerugian negara, apakah hukuman tersebut memiliki kredibilitas? Bagaimana dengan keberlanjutan negara ini jika banyak terjadi korupsi, tetapi tidak ada upaya untuk mengalihkan beban tersebut dari rakyat kepada para koruptor?
Peradaban hanya akan maju ketika semua manusia duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi di hadapan hukum. Dengan demikian, masyarakat pun akan merasa diuntungkan jika mereka mematuhi hukum. Sementara efek jera akan dirasakan bagi mereka yang melanggar. Hanya di dalam hukum yang adil, kemajuan peradaban sebuah negara dapat dibangun.
Tentu korupsi tidak akan mampu diberantas hanya dengan sebatas solusi struktural (memperhitungkan biaya sosial korupsi) seperti di atas. Maka, jadilah pribadi yang menyalakan cahaya terang untuk mengakhiri kegelapan akibat korupsi yang terus terjadi. Di mana pun kita berada, bekerja dan berkarya. Indonesia bebas korupsi, Indonesia sejahtera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar